HIPERTENSI DAN HIPOTENSI
Ada dua jenis gangguan tekanan darah yang dikenal, yaitu tekanan darah rendah (hipotensi) dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Hipotensi ditandai dengan tekanan darah kurang dari 90/60 mmHg, sementara hipertensi ditandai dengan tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg. Kedua kondisi ini tidak boleh dianggap sepele karena menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan memicu penyakit jantung pada kasus hipertensi.
Hipotensi Bisa Terjadi Tanpa Gejala
Hipotensi jarang menimbulkan gejala yang mengganggu. Pada kasus yang parah, pengidap hipotensi bisa mengalami gejala fisik berupa jantung berdebar kencang, pusing, lemas, mual, kehilangan keseimbangan, masalah penglihatan, pucat, badan dingin, napas pendek, dehidrasi, hingga kehilangan kesadaran.
Hal yang bisa kamu lakukan adalah segera duduk atau berbaring, minum air putih, dan hentikan semua kegiatan yang sedang dilakukan. Gejala biasanya hilang beberapa saat.
Pengertian Hipertensi
Hipertensi disebut juga dengan tekanan darah tinggi. Kondisi ini dapat diketahui dengan cara rajin memeriksakan tekanan darah. Untuk orang dewasa minimal memeriksakan darah setiap lima tahun sekali.
Faktor Risiko Hipertensi
Seiring bertambahnya usia, kemungkinan mengidap hipertensi akan meningkat. Berikut adalah faktor-faktor pemicu yang dapat memengaruhi peningkatan risiko hipertensi:
- Berusia di atas 65 tahun.
- Mengonsumsi banyak garam.
- Kelebihan berat badan.
- Memiliki keluarga dengan hipertensi.
- Kurang makan buah dan sayuran.
- Jarang berolahraga.
- Minum terlalu banyak kopi (atau minuman lain yang mengandung kafein).
- Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras.
Risiko hipertensi dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi yang baik dan merubah gaya hidup menjadi gaya hidup yang lebih sehat.
Penyebab Hipertensi
Penyebab utama hipertensi adalah naiknya tekanan darah pada tubuh. Berdasarkan hal tersebut, hipertensi juga sering disebut sebagai darah tinggi. Umumnya hipertensi diidap oleh seseorang yang berusia di atas 65 tahun. Peningkatan tekanan darah tersebut tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor risiko, seperti obesitas, terlalu banyak mengonsumsi garam, terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak dan berminyak.
Gejala Hipertensi
Seseorang yang mengidap hipertensi akan merasakan beberapa gejala yang timbul. Berikut ini adalah gejala yang muncul akibat hipertensi, antara lain:
- Sakit kepala.
- Lemas.
- Masalah dalam penglihatan.
- Nyeri dada.
- Sesak napas.
- Aritmia.
- Adanya darah dalam urine.
Diagnosis Hipertensi
Pengukuran tekanan darah dalam takaran merkuri per milimeter (mmHG) dan dicatat dalam dua bilangan, yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak memompa darah keluar. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan darah saat jantung tidak berkontraksi (fase relaksasi). Seseorang dianggap mengidap hipertensi atau tekanan darah tinggi jika hasil dari beberapa kali pemeriksaan, tekanan darah tetap mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
Pengobatan Hipertensi
Bagi sebagian pengidap hipertensi, konsumsi obat harus dilakukan seumur hidup untuk mengatur tekanan darah. Namun, jika tekanan darah pengidap sudah terkendali melalui perubahan gaya hidup, penurunan dosis obat atau konsumsinya dapat dihentikan. Dosis yang sudah ditentukan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena takarannya disesuaikan dengan tingkat tekanan darah. Selain itu, obat yang diberikan juga harus diperhatikan apa saja dampak dan efek samping yang timbul pada tubuh sang pengidap.
Berikut ini adalah obat-obatan yang umumnya diberikan kepada para pengidap hipertensi, antara lain:
- Diuretik. Pengidap hipertensi rentan terhadap kadar garam yang tinggi dalam tubuh, untuk itu penggunaan diuretik dibutuhkan sebagai bagian dari pengobatan. Obat ini berfungsi agar kelebihan garam dan cairan di tubuh bisa dibuang melalui urine. Hydrochlorothiazide merupakan salah satu jenis obat diuretik yang paling sering dianjurkan oleh dokter.
- Antagonis kalsium. Pengidap hipertensi rentan untuk mengalami tekanan darah tinggi yang dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah. Maka dari itu, penggunaan jenis obat antagonis kalsium diperlukan untuk melebarkan pembuluh darah, sehingga tekanan darah bisa turun. Contoh obat antagonis kalsium yang paling umum adalah nifedipine dan amlodipine.
- Beta blocker. Obat jenis ini bekerja dengan cara memperlambat detak jantung dan melebarkan pembuluh. Tujuan penggunaan obat ini adalah untuk menurunkan tekanan darah pengidap hipertensi. Contoh obat golongan beta-blocker adalah bisoporol dan atenolol.
- ACE inhibitor. Bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dengan cara membuat dinding pembuluh darah lebih rileks. Contoh obat golongan ini adalah ramipril dan captopril.
- Angiotensin-2 receptor blocker (ARB). Obat golongan ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan ACE inhibitor. Karena sama-sama membuat rileks dinding pembuluh darah, kedua obat ini tidak boleh diberikan secara bersamaan. Contoh obat golongan ini yang paling umum adalah valsartan dan losartan.
- Penghambat renin. Fungsi utama obat golongan ini adalah menghambat kerja renin, yaitu enzim yang berfungsi untuk menaikan tekanan darah dan dihasilkan oleh ginjal. Jika renin bekerja berlebihan, tekanan darah akan naik tidak terkendali. Obat penghambat renin yang paling umum adalah aliskiren.
Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan hipertensi juga bisa dilakukan melalui terapi relaksasi, misalnya terapi meditasi atau terapi yoga. Terapi tersebut bertujuan untuk mengendalikan stres dan memberikan dampak relaksasi bagi pengidap hipertensi. Pengobatan terhadap hipertensi juga tidak akan berjalan lancar jika tidak disertai dengan perubahan gaya hidup. Menjalani pola makan dan hidup sehat, serta menghindari konsumsi kafein dan garam yang berlebihan juga harus dilakukan.
Pencegahan Hipertensi
Terdapat berbagai langkah pencegahan yang bisa dilakukan terhadap penyakit hipertensi, antara lain:
- Mengonsumsi makanan sehat.
- Mengurangi konsumsi garam jangan sampai berlebihan.
- Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan seperti teh dan kopi.
- Berhenti merokok.
- Berolahraga secara teratur.
- Menurunkan berat badan, jika diperlukan.
- Mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
- Menghindari konsumsi minuman bersoda.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera hubungi dokter apabila merasakan gejala-gejala di atas. Penanganan yang tepat dapat meminimalisir dampak, sehingga pengobatan bisa lebih cepat dilakukan. Untuk melakukan pemeriksaan, kamu bisa langsung membuat janji dengan dokter di rumah sakit pilihan.
Pengertian Hipotensi
Hipotensi dikenal juga sebagai tekanan darah rendah. Saat darah mengalir melalui arteri, darah memberikan tekanan pada dinding arteri, tekanan itulah yang dinilai sebagai ukuran kekuatan aliran darah atau disebut dengan tekanan darah. Jika tekanan darah terlalu rendah, kondisi tersebut bisa menyebabkan aliran darah ke otak dan organ vital lainnya seperti ginjal menjadi terhambat atau berkurang. Itulah sebabnya orang yang mengalami tekanan darah rendah akan mengalami gejala berupa kepala terasa ringan dan pusing. Ketika mengalami gangguan ini, tubuh juga akan terasa tidak stabil atau goyah, bahkan kehilangan kesadaran.
Ukuran tekanan darah muncul dalam dua angka, yaitu tekanan sistolik (bilangan atas) dan tekanan diastolik (bilangan bawah). Tekanan darah yang normal adalah antara 90/60 mm/Hg dan 120/80 mm/Hg. Pengidap hipotensi memiliki tekanan darah di bawah 90/60 mm/Hg, sedangkan jika tekanan darah di atas 120/80 mm/Hg, orang tersebut mengidap hipertensi.
Faktor Risiko Hipotensi
Hipotensi sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja, tapi ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang lebih berisiko mengalami tekanan darah rendah, yaitu faktor usia, pengobatan, dan kondisi cuaca. Cuaca udara yang lebih panas bisa membuat tekanan darah menurun. Orang yang sedang rileks atau rajin berolahraga juga umumnya mempunyai tekanan darah yang lebih rendah. Selain itu, tekanan darah seseorang juga cenderung menurun setelah makan. Pasalnya, banyak darah yang akan mengalir menuju saluran pencernaan untuk mencerna dan menyerap makanan. Tekanan darah pada siang dan malam hari pun bisa berbeda. Pada siang hari, tekanan darah biasanya akan meningkat, dan malam harinya menjadi lebih rendah.
Penyebab Hipotensi
Beberapa kondisi atau penyakit tertentu yang bisa menyebabkan hipotensi, antara lain:
-
Hipotensi ortostatik. Gejala hipotensi ortostatik biasanya muncul saat seseorang berubah posisi secara tiba-tiba. Seseorang dengan hipotensi ortostatik mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 15-30 mmHg ketika berdiri dari posisi duduk atau berbaring.
-
Dehidrasi terjadi akibat tubuh kekurangan cairan dan bisa disebabkan oleh kurang minum, puasa, atau diare.
-
Efek samping pengobatan. Ada beberapa obat yang bisa menurunkan tekanan darah, seperti obat anti-depresi dan obat anti-hipertensi.
-
Anemia menyebabkan jumlah sel darah merah berada di bawah normal. Salah satu gejala anemia adalah tekanan darah rendah.
-
Ketidakseimbangan hormon. Penyakit seperti diabetes atau penyakit Addison menyebabkan gangguan produksi hormon. Kondisi tersebut bisa memengaruhi keseimbangan kadar air dan mineral dalam tubuh, serta tekanan darah.
-
Penyakit saraf. Penyakit saraf seperti penyakit Parkinson dapat menyebabkan hipotensi ketika menjangkiti sistem saraf yang mengontrol fungsi tubuh otonom seperti mengendalikan tekanan darah.
-
Syok dan cedera serius. Jika seseorang mengalami cedera serius dan terkena syok misalnya akibat pendarahan yang hebat, tekanan darah akan menurun drastis.
-
Penyakit jantung. Penyakit parah seperti penyakit jantung menyebabkan darah tidak bisa dipompa dengan baik oleh jantung ke seluruh tubuh. Akibatnya, tekanan darah pun menurun.
-
Tekanan darah wanita hamil biasanya lebih rendah karena sistem peredaran darahnya yang mengalir dengan cepat.
Hipotensi ortostatik. Gejala hipotensi ortostatik biasanya muncul saat seseorang berubah posisi secara tiba-tiba. Seseorang dengan hipotensi ortostatik mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 15-30 mmHg ketika berdiri dari posisi duduk atau berbaring.
Dehidrasi terjadi akibat tubuh kekurangan cairan dan bisa disebabkan oleh kurang minum, puasa, atau diare.
Efek samping pengobatan. Ada beberapa obat yang bisa menurunkan tekanan darah, seperti obat anti-depresi dan obat anti-hipertensi.
Anemia menyebabkan jumlah sel darah merah berada di bawah normal. Salah satu gejala anemia adalah tekanan darah rendah.
Ketidakseimbangan hormon. Penyakit seperti diabetes atau penyakit Addison menyebabkan gangguan produksi hormon. Kondisi tersebut bisa memengaruhi keseimbangan kadar air dan mineral dalam tubuh, serta tekanan darah.
Penyakit saraf. Penyakit saraf seperti penyakit Parkinson dapat menyebabkan hipotensi ketika menjangkiti sistem saraf yang mengontrol fungsi tubuh otonom seperti mengendalikan tekanan darah.
Syok dan cedera serius. Jika seseorang mengalami cedera serius dan terkena syok misalnya akibat pendarahan yang hebat, tekanan darah akan menurun drastis.
Penyakit jantung. Penyakit parah seperti penyakit jantung menyebabkan darah tidak bisa dipompa dengan baik oleh jantung ke seluruh tubuh. Akibatnya, tekanan darah pun menurun.
Tekanan darah wanita hamil biasanya lebih rendah karena sistem peredaran darahnya yang mengalir dengan cepat.
Gejala Hipotensi
Tidak semua orang yang mengalami hipotensi akan merasakan gejala. Kondisi hipotensi juga tidak selalu memerlukan perawatan. Namun, bila tekanan darah cukup rendah, kemungkinan besar gejala-gejala berikut bisa terjadi:
-
Jantung berdebar kencang atau tidak teratur.
-
Pusing.
-
Lemas.
-
Mual.
-
Pingsan.
-
Kehilangan keseimbangan atau merasa goyah.
-
Pandangan buram.
Penanganan awal yang dapat dilakukan jika seseorang mengalami gejala hipotensi, sebaiknya segera duduk atau berbaring, minum air putih, dan menghentikan semua kegiatan yang sedang dilakukan. Gejala biasanya akan segera hilang setelah beberapa saat. Bicarakan pada dokter jika sudah sering mengalami hipotensi.
Jantung berdebar kencang atau tidak teratur.
Pusing.
Lemas.
Mual.
Pingsan.
Kehilangan keseimbangan atau merasa goyah.
Pandangan buram.
Diagnosis Hipotensi
Tujuan pemeriksaan tekanan darah dilakukan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasarinya. Selain menanyakan riwayat medis pengidap, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengukur tekanan darah pengidap. Dokter mungkin juga akan merekomendasikan beberapa pemeriksaan berikut:
-
Tes darah. Tes ini bisa memberikan informasi tentang kesehatan pengidap secara keseluruhan, mulai darai kadar gula darah, jumlah sel darah merah, yang semuanya itu berpengaruh terhadap tekanan darah pengidap.
-
Elektrokardiogram (EKG). Tes ini bermanfaat untuk mendeteksi struktur jantung yang tidak normal dan irama jantung yang tidak beraturan.
-
Ekokardiogram. Tes ini dilakukan untuk memeriksa fungsi jantung dan mendeteksi adanya masalah pada jantung.
-
Tes Stres. Tujuan tes ini adalah untuk menilai fungsi jantung saat pengidap beraktivitas.
Tes darah. Tes ini bisa memberikan informasi tentang kesehatan pengidap secara keseluruhan, mulai darai kadar gula darah, jumlah sel darah merah, yang semuanya itu berpengaruh terhadap tekanan darah pengidap.
Elektrokardiogram (EKG). Tes ini bermanfaat untuk mendeteksi struktur jantung yang tidak normal dan irama jantung yang tidak beraturan.
Ekokardiogram. Tes ini dilakukan untuk memeriksa fungsi jantung dan mendeteksi adanya masalah pada jantung.
Tes Stres. Tujuan tes ini adalah untuk menilai fungsi jantung saat pengidap beraktivitas.
Komplikasi Hipotensi
Hipotensi dengan tingkat sedang saja sudah bisa menyebabkan pusing, lemas, pingsan, dan risiko cedera akibat jatuh. Apalagi bila tekanan darah sangat rendah, maka tubuh bisa kekurangan oksigen untuk menjalankan fungsi normalnya, yang menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak pengidap.
Pengobatan Hipotensi
Pengobatan untuk hipotensi harus dilakukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya. Obat untuk mengatasi hipotensi biasanya diberikan untuk menambah jumlah darah atau mempersempit arteri agar tekanan darah meningkat.
Jika sedang menjalani pengobatan, periksakan tekanan darah secara rutin. Apabila mengalami efek samping, segera temui dokter. Begitu pula pada kondisi hipotensi tidak kunjung reda atau tidak menghilang, periksakan diri di fasilitas kesehatan terdekat.
Pencegahan Hipotensi
Berikut adalah beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk mencegah hipotensi:
-
Membatasi konsumsi minuman keras dan minum air putih yang banyak. Bagi yang menyukai minuman berkafein, hindari minuman yang mengandung nutrisi tersebut di malam hari.
-
Mengenai pola makan, lebih sering mengonsumsi makanan dalam porsi kecil lebih baik dibandingkan mengonsumsi makanan dalam porsi besar dengan frekuensi lebih jarang. Selain itu, memperbanyak asupan garam juga bisa mencegah hipotensi.
-
Pengidap hipotensi juga sebaiknya tidak berdiri terlalu lama. Terutama bagi pengidap hipotensi ortostatik, bila ingin berdiri dari posisi duduk atau berbaring, lakukanlah secara perlahan-lahan.
-
Jika mengonsumsi obat yang mungkin menyebabkan efek samping hipotensi, dokter bisa mengubah dosis obat tersebut atau memberikan alternatif lain.
Membatasi konsumsi minuman keras dan minum air putih yang banyak. Bagi yang menyukai minuman berkafein, hindari minuman yang mengandung nutrisi tersebut di malam hari.
Mengenai pola makan, lebih sering mengonsumsi makanan dalam porsi kecil lebih baik dibandingkan mengonsumsi makanan dalam porsi besar dengan frekuensi lebih jarang. Selain itu, memperbanyak asupan garam juga bisa mencegah hipotensi.
Pengidap hipotensi juga sebaiknya tidak berdiri terlalu lama. Terutama bagi pengidap hipotensi ortostatik, bila ingin berdiri dari posisi duduk atau berbaring, lakukanlah secara perlahan-lahan.
Jika mengonsumsi obat yang mungkin menyebabkan efek samping hipotensi, dokter bisa mengubah dosis obat tersebut atau memberikan alternatif lain.
0 komentar:
Posting Komentar